RUNING TEKS

TUKANG BERSATU KONSTRUKSI MAJU

BERITA


PERUMUSAN DAN TINDAK LANJUT
SARASEHAN NASIONAL TUKANG KONSTRUKSI 2011
JAKARTA, 11 OKTOBER 2011


SARASEHAN NASIONAL TUKANG KONSTRUKSI 2011 merupakan salah satu rangkaian dari KEGIATAN KONSTRUKSI INDONESIA 2011 yang bertujuan untuk menggali informasi dari tukang konstruksi sebagai tenaga terampil tentang apa dan bagaimana nasib para tukang di Indonesia di tengah meningkatnya anggaran pembangunan insfrastruktur nasional dan bagaimana menghadapi era globalisasi. Kegiatan ini dihadiri dari berbagai stakeholders, antara lain: Kementerian PU, Kemenakertrans, BNSP, Akademisi, BUMN, PTKI, SPB-PU, sponsor dan para tukang konstruksi.

Selama ini persepsi masyarakat terhadap tukang adalah bahwa tukang sebagai tenaga kerja kasar yang berpenghasilan rendah, dapat di replacement (digantikan) kapan saja. Hal ini tidak dapat terelakan karena dalam stigma masyarakat mengisyatkan bahwa pekerjaan tukang bersifat 4D, yaitu: “Dirty”, “Difficult”, “Dangerous” dan “Demeaning”, atau “kotor”, “sulit”, “berbahaya” dan “tak berarti”, padahal pada kenyataannya tanpa tukang tidak akan pernah ada gedung-gendung tinggi pencakar langit di dunia ini, tidak akan pernah ada jalan-jalan yang bisa menghubungkan antar wilayah, tidak akan pernah ada bendungan-bendungan besar yang dapat mengairi irigasi untuk sawah-sawah.

Ada suatu kenyataan di lapangan bahwa semakin menurunnya minat masyarakat dalam menuntut ilmu di bidang konstruksi. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: (i) semakin menurunnya harga satuan upah konstruksi dibandingkan dengan harga upah tenaga terampil lainnya yang sejenis, (ii) semakin rendahnya minat anak muda untuk masuk STM bangunan, (iii) Istilah “tukang” menjadi daya tarik rendah untuk para anak muda sekarang dan dianggap kurang bergengsi (iv) Pekerjaan tukang menjadi pilihan paling akhir.

Disisi lain, tukang pun memiliki berbagai keluhan terkait kebutuhan hidup. Meskipun upah tukang bisa dianggap “cukup”, namun terdapat beberapa kendala dari tukang untuk bisa mendapatkan fasilitas dari negara berupa kredit bank, kredit rumah, dll. Ada keinginan tukang untuk mendapatkan informasi mengenai bagaimana mengikuti pelatihan-pelatihan untuk dapat meningkatkan kompetensi, tapi dirasakan akses menuju informasi ini sangat kurang. Ada beberapa tukang yang telah memiliki sertifikat keterampilan tapi tidak dapat dirasakan apa manfaat dari memiliki sertifikat tersebut, ada atau tidak ada sertifikat dirasakan sama saja. Masalah jaminan kesehatan, asuransi tenaga kerja, keberlangsungangan/kontinyuitas pendapatan juga menjadi konsen dari para audience betapa kompleksnya permasalahan yang dihadapi tukang.

Sejalan dengan hal ini, dengan semakin meningkatnya anggaran pemerintah dari tahun ke tahun untuk pembangunan infrastruktur antara 20-40%, maka semakin besar pula kebutuhan akan tukang konstruksi. Saat ini, dari 5,7 juta tenanga konstruksi Indonesia 10%-nya adalah Tenaga Ahli, 30% Terampil skill labour, 60% unskill labour. Dengan mengingkatnya anggaran pembangunan ini yang menyerap tenaga kerja yang sangat besar, tentunya kualitas konstruksi pun diharapkan tidak malah menjadi menurun.

Besarnya harapan terhadap peran pemerintah sangat besar dalam hal peningkatan kompetensi tukang. Pemerintah diharapkan dapat membantu dalam hal: (i) menyedikan pelatihan-pelatihan peningkatan kompetensi tukang, (ii) menyebarluaskan informasi terkait pelatihan konstruksi, (iii) mendorong kebermanfaatan secara riil dari kepemilikan sertifkat keterampilan konstruksi, (iv) membantu masalah administrasi tukang yang sulit mendapatkan berbagai kredit dari bank.

Kebijakan kementerian PU
Pemerintah berupaya merespon segala permasalahan tukang dan tenaga konstruksi lainnya dengan melakukan Gerakan Nasional Pelatihan Konstruksi (GNPK) Indonesia 2010-2014, yaitu suatu tekad pemerintah untuk mendorong peningkatan kompetensi tenaga konstruksi baik ahli maupun terampil. GNPK ini telah ditandatangani oleh Presiden RI pada awal januari 2010 dan ditandatangani pula pakta komitmen bersama antara beberapa kementerian dengan LPJK untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja konstruksi. GNPK ini merupakan niat pemerintah yang paling mendasar sebagai rasa tanggung jawab pemerintah untuk mendukung pembangunan infrastruktur dalam hal menjaga mutu pembangunan.

GNPK merupakan agenda pemerintah dalam mendukung pro-poor, pro-job dan pro-environment. Dalam tahun 2010-2014 GNPK mentargetkan 3 juta tenaga kerja terlatih dan kompeten dibidang konstruksi. Pemerintah juga mendorong kesamaan standar kompetensi dengan negara-negara tetangga (Malaysia dan Thailand) melalui IMT-GT dalam harmonisasi standar kompetensi kerja dimana keuntungan yang diharapkan adalah adanya kesetaraan upah antara pegawai dalam negeri dengan pendatang melalui pengakuan sertifikat.

Upaya Tindak Lanjut
1.    Hendaknya kegiatan saresehan tukang yang akan datang dapat mengundang para rekanan/kontraktor sehingga dapat mendengar secara langsung keluhan tukang.
2.    Perlu upaya pemerintah untuk dapat mendorong kebermanfaatan sertifikat agar dapat dirasakan manfaatnya scara riil oleh tukang, misalnya: (i) adanya perbedaan insentif antara pekerja yang memiliki sertifikat dengan pekerja yang tidak bersertifikat, (ii) sertifikat tukang dapat dijadikan persyaratan tender.
3.    Pemerintah Pusat perlu mendorong Pemda agar mau menyisihkan APBD untuk anggaran pelatihan bagi para tukang dalam rangka peningkatan kompetensi tukang di daerah.


RENCANA KEGIATAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TAHUN 2011


NO
Kegiatan
Lokasi
Lamanya
 Peserta
1
Pelatihan Pelaksana Pekerjaan Jembatan
10
25
2
Pelatihan Pelaksana Pekerjaan Gedung
10
25
3
Pelatihan Pelaksana Pekerjaan Gedung
10
25
4
Pelatihan Teknisi Laboratorium Beton
10
25
5
Uji Kompetensi dan Sertifikasi Keterampilan
6
80
6
Uji Kompetensi dan Sertifikasi Keterampilan
6
80
7
Pelatihan Tukang Pemula(2 angk)
36/A
52
8
Pelatihan Asesor
10
25











Semen Gresik Latih Pelajar Melek Teknologi

Program pelatihan Information and Communication Technology (ICT) yang diselenggarakan Semen Gresik masih terus berjalan. Saat ini memasuki angkatan IX yang dijadwalkan berlangsung sampai 27 maret mendatang.

Program ini diikuti 2.500 siswa dari 250 sekolah mulai tingkat SD, SMP,SMA,MTS,MA dan santri pondok pesantren. Para peserta cukup antusias karena mereka diberikan kesempatan mengikuti pelatihan dengan fasilitas satu laptop untuk satu orang. Mereka didampingi instruktur yang berpengalaman.

Kabag Bina Lingkungan SG, Eko Honeng Setyobudi mengungkapkan, program ini telah dilaksanakan sejak 2008 lalu. Sampai kini sudah ada sekitar 16.500 siswa yang menjadi ‘alumni’ pelatihan tersebut. Honeng, panggilan akrabnya mengatakan, program- program yang bersentuhan dengan teknologi informasi menang menjadi prioritas “pelatihan ICT ini bagian kecil dari 28 pelatihan yang dilaksanakan di tuban. Baik formal maupun non formal”, tuturnya.

Menurut dia, kegiatan Corporate Sosial Responsibility (CSR) SG bukan semata-mata terpaksa karena regulasi. “tapi karena panggilan hati responsif terhadap lingkungan,” kata mantan Kasi Hubungan Media itu.
Sumber :
http://www.semengresik.com